Organisasi Mahasiswa, pada dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) kelembagaan,
yaitu Lembaga Legislatif yang bertugas sebagai pengawas jalannya
kerja-kerja organisasi (fungsi kontrol) dan Lembaga Legislatif yang
menjalankan seluruh kerja-kerja organisasi. Pada awalnya organisasi
mahasiswa di tingkat Universitas bernama Dewan Mahasiswa atau yang lebih
dikenal dengan DEMA(1965 hingga 1978), dalam proses berjalannya DEMA
sangat kritis terhadap kebijakan-kebijakan baik di intern kampus ataupun
di luar kampus.
Pada perkembangan selanjutnya, Dewan Mahasiswa
“dilikuidasi” oleh pemerintah pada tahun 1980-an dengan diberlakukannya
peraturan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan) yang salah satu produknya yaitu Surat Keputusan MENDIKBUD
No. 0457/U/1990 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan dengan
bentuk Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi.
Peranan dan fungsi Badan
Eksekutif Mahasiswa di peguruan tinggi merupakan pusat sentral dan
pimpinan tertinggi dalam pengembilan kebijakan di kalangan masrakat
mahasiswa universitas. Dalam hal ini BEM universitas harus mengambil
keputusan dan kebijakan dalam suatu kepemerintahan negara mahasiswa
harus kritis terhadap kebijakan-kebijakan baik di dalam lingkuangan
kampus maupun luar kampus.
Badan Eksekutif Mahasiswa merupakan ujung
tumbak dalam menjalankan segela aspek ke tata pemerintahan dan
penyampain aspirasi rakyat. Membela masyarakat yang merasa di rugikan
oleh pejabat universitas dan menstabilkan keadaan negara mahasiswa baik
berupa keamanan, kesejahteraan, juga kebebasan dalam menyapaikan
pendapat baik secara lisan maupun dalam tulisan.
Sebagai Badan
Eksekutif Mahasiswa di peguruan tinggi dan menaungi element yang berada
di universitas juga memiliki jalur koordinasi dengan unit kegiatan
mahasiswa dan DPM juga DPF. Untuk menjaga kestabilan dan kebijakan yang
sepihak hendaknya element tersebut dapat bekerja sama dalam pengambilan
keputusan, baik berupa pengambilan keputusan maupun dalam pencapain visi
dan misi presiden terpilih.
Kepentingan golongan dan kepentingan partai sekarang yang menjadi
permasalahan bagi politis kampus dan menjadi wacana tuntutan bagi
seluruh politisi kampus, bahwasanya di Badan Eksekutif Mahasiswa telah
ada keterlibtan Partai Politik yang berperan penting dalam kebijakan
pemerintahan mahasiswa yang belum tau kebenaranya. Tapi hal ini juga
harus kita tanggapi karena kita belum mengetahui apakah semua ini
merupakan skenario atau permainan politik yang di perankan oleh pihak
yang tidak menginginkan segala kebijkan yang di keluarkan pemerintah
mahasiswa. Ataupun ini memang benar adanya. Jadi sebagai Badan Eksekutif
mahasiswa hendaknya segera mengambil kebijakan untuk perbaiki citra dan
nama baik agar masyarakat mahasiswa universitas tidak terprovakasi oleh
segala hal yang belum jelas kebenaranya.
Kita harus mengetahui
terlebih dahulu bahwasanya mahasiswa bukanlah boneka atau siswa biasa.
Berbicara tentang Mahasiswa berarti berbicara tentang salah satu elemen
penting dari bangsa ini. Begitu banyak catatatn sejarah ditorehkan oleh
mahasiswa dalam perjalanan panjang pergerakan di negeri ini. Jika kita
menoleh kembali pada 3 hal bersejarah di negeri ini, maka kita akan
yakin bahwa mahasiswa memang bukanlah boneka atau siswa biasa. Pertama,
selalu terlintas pada benak saya perjuangan para pemuda yang notabenenya
mereka adalah Mahasiswa STOVIA di Tahun 1908. Mereka adalah Budi Utomo,
organisasi nasional Pemuda pertama di Indonesia yang didirikan oleh
Sutomo. Itu baru satu catatan penting. Peran mahasiswa yang tak kalah
pentingnya terjadi di tahun 1928, yaitu Sumpah Pemuda. Gagasan
penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua yang menghasilkan sumpah pemuda ini
berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah
organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Yang
masih teringat pula oleh kita, yaitu peristiwa 12 Mei 1998. Ribuan
mahasiswa berhasil mengubah nasib ratusan juta rakyat Indonesia dan
menjadi actor vital dalam sejarah penegakan demokrasi di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah mahasiswa yang dikatakan
sebagai agen perubahan dan kaum yang kritis mau terjebak oleh
pihak-pihak tertentu yang ingin membuat kita sebagai mahasiswa menjadi
boneka yang mau diapakan semau mereka? Pertanyaan itu hanya kita yang
bisa menjawab sebagai seorang mahasiswa.
Menjadi mahasiswa adalah
sesuatu yang tidak mudah, namun tidak perlu dipersulit. Terkadang kita
menganggap bahwa mahasiswa harus demo anarkis. Ada pula yang beranggapan
bahwa mahasiswa haruslah jarang masuk kuliah dan lebih mementingkan
organisasi. Menurut pandangan saya, semua itu tidak ada yang totally
true, dan tidak ada pula yang totally wrong. Hidup ini penuh pilihan dan
setiap pilihan harus memiliki skala prioritas dan akan disertai dengan
berbagai trade off dan konsekuensi. Begitu pula dengan pilihan untuk
menjad mahasiswa.
Sudah seharusnya kita menghargai keputusan seorang mahasiswa untuk
memilih BEM sebagai tempat untuk berorganisasi. Karena tentunya mereka
memiliki tujuan yang berbeda-beda. Seperti layaknya mahasiswa yang
mengikuti organisasi minat bakat. Mahasiswa yang hobi mendaki gunung
akan memilih organisasi Mahasiswa Pecinta Alam. Mahasiswa yang pintar
bernyanyi akan memilih organisasi yang berhubungan dengan bidang tarik
suara. Sama halnya dengan mahasiswa yang peduli terhadap sesama, mungkin
akan memilih BEM sebagai tempatnya ‘berekspresi’. Jadi ubahlah
pandangan terhadap orang-orang yang ada di BEM, mereka tidak jauh
berbeda dengan mahasiswa lain. Adalah oknum-oknum berpemikiran sempit
yang membuat gap di antara keduanya.
Oknum-oknum berpemikiran sempit menyebut BEM musuh abadi, padahal
setiap kabinet berbeda karakter dan kepengurusan. Orang yang sinis akan
mengatakan demonstrasi “gak ada kerjaan”, tapi siapa yang
sesungguhnya tidak ada kerjaan? Orang pragmatis akan berfikir kegiatan
BEM tidak penting, namun apa yang sudah dilakukannya untuk mewujudkan
cita-cita bangsa ini?
By:
FATETA CENTER
On 10.00